"Cintailah orang yang kamu cintai, maka sesungguhnya kamu akan berpisah dengannya.
Hiduplah menurut apa yang kamu kehendaki, maka sesungguhnya kamu akan mati.
Dan berbuatlah menurut apa yang kamu kehendaki, maka sesungguhnya kamu akan dibalas."

Berita Hots

Senin, 29 Agustus 2022

Perpustakaan Digital di Era Mellenial dan Upaya Pembenahaan di MTsN Bantaeng

Perkembangan tekhnologi informasi dan komunikasi saat sekarang ini telah mendorong umat manusia untuk mencipta dengan segala bentuk kebutuhannya. Karena teknologi termutakhir di era industry 4.0 tersebut, telah dapat mempermudah pekerjaan dan meringkas waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekejaan yang menjadi beban aktifitas kita sehari-hari.

Anak didik zaman now—anak millennial, adalah anak yang akrab dengan alat teknologi canggih (misalnya smartphone) yang seringkali mereka mainkan dalam beberapa aktivitas game online maupun off line. Karena keakraban terhadap peralatan IT tersebut maka seringkali anak didik terlihat murung dan tanpa gairah untuk beralih ke media lain. Karena media yang tidak memiliki teknologi canggih sudah dianggapnya tidak menarik dan mungkin cepat membosankan bagi peserta didik. Dengan gambaran tersebut, perlu ijtihad secara serius bagi para pemangku kepentingan untuk berupaya melakukan perubahan mendasar bagi kebutuhan akan media pembelajaran untuk anak didik. Perubahan itu penting dilakukan untuk menarik kebiasaan anak didik dari kebiasaan main game di smartphone yang mungkin tidak bermanfaat untuk masa depannya, mengubahnya smartphone yang mereka genggam ditangan menjadi perpustakaan digital yang menarik dan menyenangkan baginya.

Sebagai upaya memanfaatkan kemajuan dan perkembangan teknologi tersebut, dibutuhkan sebuah metode dan perangkat peralatan IT untuk mengintegrasikannya dengan beberapa kebutuhan mendasar bagi madrasah terkhusus MTsN Bantaeng. Diantaranya, perlu dimaksimalkan penggunaan teknologi digital untuk perpustakaan madrasah. Dengan upaya memanfaatkan IT untuk Perpustakaan maka perlu dilakukan pengintegrasian sistem digital yang terhubung ke beberapa dimensi keperluan. Yang pertama, sistem digitalisasi perpustakaan madrasah perlu terkoneksi dengan smartphone guru, untuk keperluan guru dalam pemanfaatan buku-buku digital yang diperuntukan sebagai materi bahan ajar guru mata pelajaran (mapel) bersangkutan secara real time. Kedua, perlu adanya koneksi ke TV Smart yang digunakan dalam kelas digital. Ketiga, perlunya penyajian buku-buku digital—baik buku-buku mata pelajaran maupun buku-buku referensi—yang diperlukan peserta didik yang menggunakan kelas digital dan lain-lain.

Tak kala pentingnya pula, sudah menjadi keharusan untuk memodernisasi arsip perpustakaan yang masih konvensional dan tradisional. Sebab, pada masa-masa klasik yang mungkin sudah ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu, perpustakaan masih menggunakan pengarsipan bahan bacaan dalam beberapa bentuk media. Yang lazim ditemukan, bahan arsip pada masa klasik yang digunakan adalah dalam bentuk media tulisan seperti tanah liat, gulungan kayu atau kulit kayu, kulit binatang, papyrus, dan daun Lontara. Arsip dokumen dalam bentuk seperti itu masih ada ditemukan dalam perpustakaan nasional Hal tersebut diatas, dilakukan oleh sebab media itulah yang ada dan teknologi pada masanya masih sangat sederhana.

Teknologi dari waktu ke waktu yang semakin berkembang khususnya teknologi media penyimpan informasi dan pengetahuan sehingga berkembang menjadi beberapa varian bentuk kebutuhan yang diperlukan. Teknologi berkembang dan mewujudkan media penyimpanan dalam bentuk lembaran kertas, buku-buku tercetak, media rekam, media magnetik, cakram optis, hingga berbentuk digital atau elektronik seperti sekarang ini.

Dengan ditemukannya beragam alat media penyimpangan data, yang dapat menampung beragam informasi dan ilmu pengetahuan maka muncullah istilah-istilah yang beragam pula. Sebutlah misalnya istilah perpustakaan digital, perpustakaan elektronik, perpustakaan mobile, perpustakaan konvensional. Yang populer sekarang adanya perpustakaan mobile dengan menggunakan smartphone atau hp android dan inilah pertanda awal bangkitnya perpustakaan digital yang harus dikembangkan pada MTsN Bantaeng.

Oleh karena perkembangan sedemikian maju dan pesatnya dengan dukungan kemajuan teknologi, maka hingga sekarang ini sudah memasuki fase yang tidak seperti perpustakaan klasik lagi, sebab perpustakaan sudah dikelola atau dikemas dalam bentuk elektronik atau digital.

 

Perkembangan IT Telah Mengubah dan Membentuk Generasi Baru khusus bagi anak yang lahir di masa digital yang disebut Generasi Natives dan Net Generation

Berawal dari perkembangan dan pertumbuhan temuan beberapa teknologi, yang dimulai tahun 1980-an salah satunya telah ditemukan suatu teknologi yang dapat digunakan untuk komunikasi antar orang ke orang lain, yang memungkinkan pula terhubungnya antara kantor instansi yang satu dengan kantor instansi lainnya. Hal koneksitas yang digunakan untuk itu pada masanya sudah dimulai dengan menggunakan teknologi terbarukan, pada masa itu yang dinamainya internet yang berkembang sangat pesat dari masa-ke masa.

Perkembangan dan kemajuan Internet tersebut yang dimulai pada tahun 1980-an itu tanpa disadari telah menyebabkan timbulnya satu generasi baru yang dinamakan dengan generasi digital natives dan Net generation. Dijulukinya anak digital natives karena merupakan generasi yang terlahir ketika tekhnologi digital baru muncul dan anak tersebut tumbuh bersama.

Anak didik yang lahir pada generasi ini telah banyak menghabiskan waktunya dalam lingkup dimana penggunaan komputer, video games, pemutar musik digital, kamera video, telepon cell (Handphone), iphone, ipad, dan alat lainnya. Pada era digital tersebut teknologi ini bahkan sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupannya. Mereka bahkan sudah diidentifikasi lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bermain video games (juga menonton televisi) dibandingkan dengan membaca buku dan belajar.

Menyematkan nama Net Generations bagi mereka, karena merujuk pada suatu generasi dimana mereka tumbuh dan sudah sangat terbiasa dengan menggunakan dengan komputer atau laptop dan berselancar dengan teknologi internet. Jadi sebetulnya istilah Generasi Natives dan Net Generation telah merujuk pada kedua generasi yang sama yaitu generasi keduanya sudah sangat familiar dan terbiasa menggunakan teknologi informasi berbasis komputer dan elektronik.

Pada masa depan di MTsN Bantaeng, tepatnya bagi anak didiknya, generasi seperti di ataslah yang mungkin akan dominan dan membutuhkan reformasi tata kelolah perpustakaan yang modern. Sebab kebiasaannya memanfaatkan tekhnologi kekinian maka sudah barang tentu membutuhkan fasilitas untuk memanfaatkan perpustakaan digital dan ke depannya anak net generations akan semakin mayoritas di madrasah.

Prospeknya bagi peserta didik yang masuk kelompok tersebut Perpustakaan digital bagi MTsN Bantaeng diharapkan mampu memberikan pelayanan dan menyediakan akses kebutuhan ke generasi digital, karena kedepannya akan semakin dilirik oleh para pemustakanya. Untuk itu, penting bagi para pemustaka untuk dapat memahami dan mengetahui agar memulai perencanaan pengembangan sumber daya elektronik demi perpustakaan bagi pemustakanya. Sebagai gambaran pengembangan sumber daya elektronik perlu disiapkan sejak dini agar penataan dan pengembangan perpustakaan digital dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pemustakanya.

Pemahaman yang utama bagi pengelola Pustaka digital yaitu bagaimana membangun dan mengembangkan perpustakaan digital dengan memanfaatkan ketersediaan koleksi-koleksi digital atau file buku yang berbentuk elektronik yang dibutuhkan pemustaka. Juga perlu memahami bahwa perpustakaan digital sebetulnya adalah suatu sistem yang dapat mengakomodir fungsi perpustakaan tradisional--seperti perpustakaan yang sekarang kita miliki—kedalam sistem perpustakaan bersifat digital atau elektronik.

Pengertian penamaan perpustakaan sebenarnya diambil dari Bahasa Inggris yang asal katanya “library” yang mermakna perpustakaan, yang kata dasarnya juga terambi dari kata “libri” yang bermakna pustaka, kitab atau buku. Dan pengertian perpustakaan juga dapat terus mengalami perkembangan bentuk dan jenis koleksinya. Perubahan perpustakaan tersebut seiring dengan perubahan zaman dan teknologi.

Diketahui bahwa bentuk perpustakaan di masa klasik sampai sekarang, masih banyak berupa media kertas. Dan dimulai sekarang sudah berubah sebagai pusat sumber ilmu pengetahuan bagi manusia yang direkam dan dimanfaatkan dalam berbagai bentuk media komunikasi, baik media tulisan, cetakan, rekaman, maupun elektronika. Dan secara umum biasanya, penilaian baik atau buruknya sebuah perpustakaan diukur dari banyaknya koleksi dan ukuran/gedung, dan seringkali samhat kurang dilinai dari aspek kinerja pelayanan pustakawannya.

sedangkan pengelola perpustakaan yang lazimnya disebut pustakawan diartikan kedalam pustakawan tradisional dan pustakawan modern. Dengan mengutip International Encyclopedia of Information and Library Science menyebutkannya bahwa pustakawan dalam artian tradisional adalah kurator koleksi buku dan materi informasi lainnya, menata akses pemakai pada koleksi tersebut dengan berbagai syarat. sedangkan dalam arti modern, pustakawan adalah manajer dan mediator akses informasi untuk kelompok pemakai berbagai jenis, awalnya dimulai dari koleksi perpustakaan kemudian meluas kesumber lain yang terdapat di dunia. Dan di era digital ini, akses ke beberapa sumber lain di luar perpustakaan sangat dimungkinkan berkat kemajuan teknologi informasi. Dengan munculnya fenomena demikian, maka muncul istilah baru seperti perpustakaan tanpa dinding, perpustakaan maya, perpustakaan berakses global dan lain-lain.

Selanjutnya sebagai pustakawan yang modern dituntut memunyai, kemampuan dari aspek ilmu Pustaka dan skill IT yang memadai atau mumpuni. Ada beberapa syarat yang mesti dimiliki pustakawan modern di MTsN Bantaeng sekarang ini, saya ingin mengutip syarat-syarat yang mesti dimiliki bagi pustakawan yang ingin membangun perpustakaan digital. Dengan mengutip pandang Shapiro dan Hughes yang yang telah dikutip oleh Pendit menyatakan bahwa sekurang-kurangnya ada tujuh syarat yang mesti dimiliki pustakawan dalam era digitalisasi, yaitu:

  • Tool literacy, adalah kompotensi memahami dan  menggunakan alat teknologi informasi, baik dari segi konseptual maupun praktikal, skill menggunakan perangkat lunak (software), perangkat keras (hardware), multimedia dan sebagainya.
  • Resource literacy, adalah kompotensi memahami bentuk, format, lokasi, dan cara mendapatkan informasi terutama dari jaringan informasi (teknologi internet) yang selalu berkembang.
  • Social-structural literacy, mampu memahami secara benar informasi yang dihasilkan dari berbagai pihak dalam masyarakat.
  • Research literacy, kecakapan menggunakan media/peralatan berbasis teknologi informasi (TIK) sebagai alat riset
  • Publishing literacy, memiliki kemampuan menerbitkan informasi dan ide-ide ilmiah kehalayak luas dengan memanfaatkan teknologi komputer dan internet.
  • Emerging technology literacy, meningkatkan kemampuan secara terus-menerus untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi. Dan bersama komunitasnya demi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dapat menentukan arah pemanfaatan teknologi informasi yang dibutuhkan.
  • Critical literacy, mempunyai kemampuan evaluasi secara kritis. Dalam kegiatan ilmiah dapat menghitung untung ruginya penggunaan teknologi telematika.

 Dengan mencermati kutipan tulisan diatas, menunjukkan bahwa di era digital di dunia informasi yang sudah menglobal sekarang ini, dituntut untuk seorang pustakawan memunyai skill dan pengetahuan sosial yang mumpuni, untuk mengimbangi perkembangan sosial yang sekarang gencar-gencarnya dikampayekan yaitu era industry 4.0 diberbagai belahan dunia termasuk di negara kita Indonesia. Termasuk terkena paparan pengaruh perubahan teknologi tersebut adalah aktivitas pengolahan Pustaka di madrasah-madrasah. Untuk mengimbangi revolusi industri 4.0 tersebut maka pustakawan harus berbenah diri dan meningkatkan kompetensinya untuk menghadapi gejolak arus perubahan zaman sebagai imbas kemajuan tekhnologi tersebut.

Tak dapat dipungkiri, dengan loncatan kemajuan teknologi informasi telanh berimbas pada infastruktur pendidikan yang mengelola perpustakaan, yang sesegera mungkin dituntut untuk merevolusi diri untuk mengikuti perkembangan teknologi tersebut. Pesatnya perkembangan teknologi yang sekarang sudah mencapai industri 4.0 nyatanya telah banyak menyita perhatian dibeberapa belahan dunia itu, karena semakin cepatnya sehingga mampu menggoda para pegiat industri dengan harapan ikut melejit dan membuat loncatan perkembangan dibidang bisnisnya. Sebagai teknologi terbarukan di era revolusi industri 4.0 yang dimulai di negara Jerman itu, menjadikan pula industri yang mengadopsinya tersebut, ikut terkenal dan berkembang dengan sangat pesat. Dan beralih ke industri 4.0, tidaklah semudah membalikkan  telapak tangan, karena membutuhkan perangkat alat dan materi yang memadai. Juga dibutuhkan kesiapan sejumlah SDM, intelektual, dan kesiapan mental untuk menjadikan alasan utama revolusi industri 4.0 itu berjalan.

Panjang lebar membincangkan revolusi industri 4.0 itu, lalu apa kaitannya dengan perpustakaan kita di madrasah? Mampukah perpustakaan kita melejit untuk mengejar ketertinggalan ke revolusi industri 4.0 itu? Toh, selama ini baik di perpustakaan madrasah dan sekolah umum, universitas di seluruh provinsi di Indonesia yang belum beranjak dari Librery 2.0 bahkan mungkin masih ada yang belum terbangun dari mimpinya, apakah itu termasuk perpustakaan kita? Allahu ‘Alam....  

Permasalahan besar yang dihadapi ketika ingin membangun perpustakaan digital di MTsN Bantaeng, adalah kurangnya SDM pustakawan yang ahli teknologi digital, kurang memadainya fasilitas infastruktur, kurangnya dari jumlah intelektual yang dapat mengoprasikan, termasuk penganggaran yang kurang mendukung. Selain itu, ikut memberi sumbangsi kekurangannya adalah ketidaksiapan perpustakaan dalam merubah kebiasaan lama yang sudah melekat, pemustaka yang masih berfikiran konvensional dan ketidakinginan perpustakaan digital ada dan berkembang. Ada beberapa hal yang menjadi sebab utama sehingga kita tidak ingin mengikuti perkembangan revolusi industri 4.0 itu, mungkin karena masih merasa sanggup melakukan pelayanan terbaik di versi perpustakaannya saat ini. Mungkin juga, karena masyarakat dibeberapa wilayah di Indonesia bahkan tidak biasa bekerja dengan mesin robot yang seperti dilakukan di industri 4.0 tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By Published.. Blogger Templates