Perkembangan tekhnologi informasi
dan komunikasi saat sekarang ini telah mendorong umat
manusia untuk mencipta dengan segala bentuk kebutuhannya. Karena teknologi
termutakhir di era industry 4.0 tersebut, telah dapat mempermudah pekerjaan dan
meringkas waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekejaan yang menjadi beban
aktifitas kita sehari-hari.
Anak didik zaman now—anak millennial,
adalah anak yang akrab dengan alat teknologi canggih (misalnya smartphone) yang
seringkali mereka mainkan dalam beberapa aktivitas game online maupun off line.
Karena keakraban terhadap peralatan IT tersebut maka seringkali anak didik
terlihat murung dan tanpa gairah untuk beralih ke media lain. Karena media yang
tidak memiliki teknologi canggih sudah dianggapnya tidak menarik dan mungkin
cepat membosankan bagi peserta didik. Dengan gambaran tersebut, perlu ijtihad
secara serius bagi para pemangku kepentingan untuk berupaya melakukan perubahan
mendasar bagi kebutuhan akan media pembelajaran untuk anak didik. Perubahan itu
penting dilakukan untuk menarik kebiasaan anak didik dari kebiasaan main game
di smartphone yang mungkin tidak bermanfaat untuk masa depannya, mengubahnya
smartphone yang mereka genggam ditangan menjadi perpustakaan digital yang
menarik dan menyenangkan baginya.
Sebagai upaya memanfaatkan kemajuan dan
perkembangan teknologi tersebut, dibutuhkan sebuah metode dan perangkat
peralatan IT untuk mengintegrasikannya dengan beberapa kebutuhan mendasar bagi
madrasah terkhusus MTsN Bantaeng. Diantaranya, perlu dimaksimalkan penggunaan teknologi
digital untuk perpustakaan madrasah. Dengan upaya memanfaatkan IT untuk
Perpustakaan maka perlu dilakukan pengintegrasian sistem digital yang terhubung
ke beberapa dimensi keperluan. Yang pertama, sistem digitalisasi
perpustakaan madrasah perlu terkoneksi dengan smartphone guru, untuk keperluan
guru dalam pemanfaatan buku-buku digital yang diperuntukan sebagai materi bahan
ajar guru mata pelajaran (mapel) bersangkutan secara real time. Kedua, perlu
adanya koneksi ke TV Smart yang digunakan dalam kelas digital. Ketiga, perlunya
penyajian buku-buku digital—baik buku-buku mata pelajaran maupun buku-buku
referensi—yang diperlukan peserta didik yang menggunakan kelas digital dan
lain-lain.
Tak kala pentingnya pula, sudah menjadi
keharusan untuk memodernisasi arsip perpustakaan yang masih konvensional dan
tradisional. Sebab, pada masa-masa klasik yang mungkin sudah ratusan bahkan
ribuan tahun yang lalu, perpustakaan masih menggunakan pengarsipan bahan bacaan
dalam beberapa bentuk media. Yang lazim ditemukan, bahan arsip pada masa klasik
yang digunakan adalah dalam bentuk media tulisan seperti tanah liat, gulungan
kayu atau kulit kayu, kulit binatang, papyrus, dan daun Lontara. Arsip dokumen
dalam bentuk seperti itu masih ada ditemukan dalam perpustakaan nasional Hal tersebut diatas, dilakukan oleh sebab media itulah yang ada dan teknologi
pada masanya masih sangat sederhana.
Teknologi dari waktu ke waktu yang
semakin berkembang khususnya teknologi media penyimpan informasi dan
pengetahuan sehingga berkembang menjadi beberapa varian bentuk kebutuhan yang
diperlukan. Teknologi berkembang dan mewujudkan media penyimpanan dalam bentuk
lembaran kertas, buku-buku tercetak, media rekam, media magnetik, cakram optis,
hingga berbentuk digital atau elektronik seperti sekarang ini.
Dengan ditemukannya beragam alat media
penyimpangan data, yang dapat menampung beragam informasi dan ilmu pengetahuan
maka muncullah istilah-istilah yang beragam pula. Sebutlah misalnya istilah
perpustakaan digital, perpustakaan elektronik, perpustakaan mobile,
perpustakaan konvensional. Yang populer sekarang adanya perpustakaan mobile
dengan menggunakan smartphone atau hp android dan inilah pertanda awal bangkitnya
perpustakaan digital yang harus dikembangkan pada MTsN Bantaeng.
Oleh karena perkembangan sedemikian maju
dan pesatnya dengan dukungan kemajuan teknologi, maka hingga sekarang ini sudah
memasuki fase yang tidak seperti perpustakaan klasik lagi, sebab perpustakaan sudah dikelola atau dikemas dalam bentuk elektronik atau digital.
Perkembangan IT
Telah Mengubah dan Membentuk Generasi Baru khusus bagi anak yang lahir di masa
digital yang disebut Generasi Natives dan Net Generation
Berawal dari perkembangan dan pertumbuhan
temuan beberapa teknologi, yang dimulai tahun 1980-an salah satunya telah
ditemukan suatu teknologi yang dapat digunakan untuk komunikasi antar orang ke
orang lain, yang memungkinkan pula terhubungnya antara kantor instansi yang
satu dengan kantor instansi lainnya. Hal koneksitas yang digunakan untuk itu
pada masanya sudah dimulai dengan menggunakan teknologi terbarukan, pada masa
itu yang dinamainya internet yang berkembang sangat pesat dari masa-ke masa.
Perkembangan dan kemajuan Internet tersebut yang dimulai pada tahun 1980-an itu tanpa disadari telah menyebabkan
timbulnya satu generasi baru yang dinamakan dengan generasi digital natives dan
Net generation. Dijulukinya anak digital natives karena merupakan generasi yang
terlahir ketika tekhnologi digital baru muncul dan anak tersebut tumbuh bersama.
Anak didik yang lahir pada generasi
ini telah banyak menghabiskan waktunya dalam lingkup dimana
penggunaan komputer, video games, pemutar musik digital, kamera
video, telepon cell (Handphone), iphone, ipad,
dan alat lainnya. Pada era digital tersebut teknologi ini bahkan sudah menjadi bagian yang tak
terpisahkan dalam kehidupannya. Mereka bahkan sudah diidentifikasi
lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bermain video games (juga menonton
televisi) dibandingkan dengan membaca buku dan belajar.
Menyematkan nama Net Generations
bagi mereka, karena merujuk pada suatu generasi dimana mereka tumbuh dan sudah sangat terbiasa dengan menggunakan dengan komputer atau laptop dan berselancar dengan teknologi
internet. Jadi sebetulnya istilah Generasi
Natives dan Net Generation telah merujuk pada kedua generasi yang sama yaitu generasi keduanya sudah sangat familiar dan terbiasa menggunakan teknologi informasi berbasis komputer dan elektronik.
Pada masa depan di MTsN Bantaeng,
tepatnya bagi anak didiknya, generasi seperti di ataslah yang mungkin akan
dominan dan membutuhkan reformasi tata kelolah perpustakaan yang modern. Sebab
kebiasaannya memanfaatkan tekhnologi kekinian maka sudah barang tentu
membutuhkan fasilitas untuk memanfaatkan perpustakaan digital dan ke depannya anak net generations akan semakin mayoritas di madrasah.
Prospeknya bagi peserta didik yang
masuk kelompok tersebut Perpustakaan digital bagi MTsN Bantaeng diharapkan mampu
memberikan pelayanan dan menyediakan akses kebutuhan ke generasi digital, karena
kedepannya akan semakin dilirik oleh para pemustakanya. Untuk itu, penting bagi
para pemustaka untuk dapat memahami dan mengetahui agar memulai perencanaan
pengembangan sumber daya elektronik demi perpustakaan bagi pemustakanya. Sebagai gambaran pengembangan sumber daya elektronik perlu disiapkan sejak dini agar penataan dan pengembangan perpustakaan
digital dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pemustakanya.
Pemahaman yang utama bagi pengelola Pustaka
digital yaitu bagaimana membangun dan mengembangkan perpustakaan digital dengan
memanfaatkan ketersediaan koleksi-koleksi digital atau file buku yang berbentuk
elektronik yang dibutuhkan pemustaka. Juga perlu memahami bahwa perpustakaan
digital sebetulnya adalah suatu sistem yang dapat mengakomodir fungsi
perpustakaan tradisional--seperti perpustakaan yang sekarang kita
miliki—kedalam sistem perpustakaan bersifat digital atau elektronik.
Pengertian penamaan perpustakaan
sebenarnya diambil dari Bahasa Inggris yang asal katanya “library” yang
mermakna perpustakaan, yang kata dasarnya juga terambi dari kata “libri” yang
bermakna pustaka, kitab atau buku. Dan pengertian perpustakaan juga dapat terus mengalami perkembangan
bentuk dan jenis koleksinya. Perubahan perpustakaan tersebut seiring dengan
perubahan zaman dan teknologi.
Diketahui bahwa bentuk perpustakaan di
masa klasik sampai sekarang, masih banyak berupa media kertas. Dan dimulai sekarang
sudah berubah sebagai pusat sumber ilmu pengetahuan bagi manusia yang direkam
dan dimanfaatkan dalam berbagai bentuk media komunikasi, baik media tulisan,
cetakan, rekaman, maupun elektronika. Dan secara umum biasanya, penilaian baik
atau buruknya sebuah perpustakaan diukur dari banyaknya koleksi dan
ukuran/gedung, dan seringkali samhat kurang dilinai dari aspek kinerja
pelayanan pustakawannya.
sedangkan pengelola perpustakaan yang
lazimnya disebut pustakawan diartikan kedalam pustakawan tradisional dan
pustakawan modern. Dengan mengutip International Encyclopedia of Information
and Library Science menyebutkannya bahwa pustakawan dalam artian tradisional
adalah kurator koleksi buku dan materi informasi lainnya, menata akses pemakai
pada koleksi tersebut dengan berbagai syarat. sedangkan dalam arti
modern, pustakawan adalah manajer dan mediator akses informasi untuk kelompok
pemakai berbagai jenis, awalnya dimulai dari koleksi perpustakaan kemudian
meluas kesumber lain yang terdapat di dunia. Dan di era
digital ini, akses ke beberapa sumber lain di luar
perpustakaan sangat dimungkinkan
berkat kemajuan teknologi informasi. Dengan munculnya fenomena demikian, maka muncul istilah baru seperti
perpustakaan tanpa dinding, perpustakaan maya, perpustakaan berakses global dan
lain-lain.
Selanjutnya sebagai pustakawan yang
modern dituntut memunyai, kemampuan dari aspek ilmu Pustaka dan skill IT yang
memadai atau mumpuni. Ada beberapa syarat yang mesti dimiliki pustakawan modern
di MTsN Bantaeng sekarang ini, saya ingin mengutip syarat-syarat yang mesti
dimiliki bagi pustakawan yang ingin membangun perpustakaan digital. Dengan
mengutip pandang Shapiro dan Hughes yang yang telah dikutip oleh Pendit menyatakan
bahwa sekurang-kurangnya ada tujuh syarat yang mesti dimiliki pustakawan dalam
era digitalisasi, yaitu:
- Tool literacy, adalah
kompotensi memahami dan menggunakan alat
teknologi informasi, baik dari segi konseptual maupun praktikal, skill menggunakan
perangkat lunak (software), perangkat keras (hardware),
multimedia dan sebagainya.
- Resource
literacy, adalah kompotensi memahami bentuk, format, lokasi, dan cara
mendapatkan informasi terutama dari jaringan informasi (teknologi internet) yang
selalu berkembang.
- Social-structural
literacy, mampu memahami secara benar informasi yang dihasilkan dari berbagai
pihak dalam masyarakat.
- Research
literacy, kecakapan menggunakan media/peralatan berbasis teknologi informasi (TIK)
sebagai alat riset
- Publishing
literacy, memiliki kemampuan menerbitkan informasi dan ide-ide ilmiah kehalayak
luas dengan memanfaatkan teknologi komputer dan internet.
- Emerging
technology literacy, meningkatkan kemampuan secara terus-menerus untuk menyesuaikan
diri dengan perkembangan teknologi. Dan bersama komunitasnya demi kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dapat menentukan arah pemanfaatan teknologi
informasi yang dibutuhkan.
- Critical
literacy, mempunyai kemampuan evaluasi secara kritis. Dalam kegiatan ilmiah
dapat menghitung untung ruginya penggunaan teknologi telematika.
Dengan mencermati kutipan tulisan
diatas, menunjukkan bahwa di era digital di dunia informasi yang sudah
menglobal sekarang ini, dituntut untuk seorang pustakawan memunyai skill dan
pengetahuan sosial yang mumpuni, untuk mengimbangi perkembangan sosial yang
sekarang gencar-gencarnya dikampayekan yaitu era industry 4.0 diberbagai
belahan dunia termasuk di negara kita Indonesia. Termasuk terkena paparan pengaruh perubahan teknologi tersebut adalah aktivitas
pengolahan Pustaka di madrasah-madrasah. Untuk mengimbangi revolusi industri
4.0 tersebut maka pustakawan harus berbenah diri dan meningkatkan kompetensinya
untuk menghadapi gejolak arus perubahan zaman sebagai imbas kemajuan tekhnologi
tersebut.
Tak dapat dipungkiri, dengan
loncatan kemajuan teknologi informasi telanh berimbas pada infastruktur
pendidikan yang mengelola perpustakaan, yang sesegera mungkin dituntut untuk
merevolusi diri untuk mengikuti perkembangan teknologi tersebut. Pesatnya
perkembangan teknologi yang sekarang sudah mencapai industri 4.0 nyatanya telah
banyak menyita perhatian dibeberapa belahan dunia itu, karena semakin cepatnya
sehingga mampu menggoda para pegiat industri dengan harapan ikut melejit dan
membuat loncatan perkembangan dibidang bisnisnya. Sebagai teknologi terbarukan
di era revolusi industri 4.0 yang dimulai di negara Jerman itu, menjadikan pula
industri yang mengadopsinya tersebut, ikut terkenal dan berkembang dengan sangat
pesat. Dan beralih ke industri 4.0, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, karena membutuhkan perangkat
alat dan materi yang memadai. Juga dibutuhkan kesiapan sejumlah SDM,
intelektual, dan kesiapan mental untuk menjadikan alasan utama revolusi
industri 4.0 itu berjalan.
Panjang lebar membincangkan revolusi
industri 4.0 itu, lalu apa kaitannya dengan perpustakaan kita di madrasah?
Mampukah perpustakaan kita melejit untuk mengejar ketertinggalan ke revolusi
industri 4.0 itu? Toh, selama ini baik di perpustakaan madrasah dan sekolah
umum, universitas di seluruh provinsi di Indonesia yang belum beranjak dari
Librery 2.0 bahkan mungkin masih ada yang belum terbangun dari mimpinya, apakah
itu termasuk perpustakaan kita? Allahu ‘Alam....
Permasalahan
besar yang dihadapi ketika ingin membangun perpustakaan digital di MTsN
Bantaeng, adalah kurangnya SDM pustakawan yang ahli teknologi digital, kurang
memadainya fasilitas infastruktur, kurangnya dari jumlah intelektual yang dapat
mengoprasikan, termasuk penganggaran yang kurang mendukung. Selain itu, ikut
memberi sumbangsi kekurangannya adalah ketidaksiapan perpustakaan dalam merubah
kebiasaan lama yang sudah melekat, pemustaka yang masih berfikiran konvensional
dan ketidakinginan perpustakaan digital ada dan berkembang. Ada beberapa hal
yang menjadi sebab utama sehingga kita tidak ingin mengikuti perkembangan
revolusi industri 4.0 itu, mungkin karena masih merasa sanggup melakukan
pelayanan terbaik di versi perpustakaannya saat ini. Mungkin juga, karena
masyarakat dibeberapa wilayah di Indonesia bahkan tidak biasa bekerja dengan
mesin robot yang seperti dilakukan di industri 4.0 tersebut.